Jumat, 08 Juni 2012

Mitos cerita Nyai Bagelen

Mitos cerita Nyai Ageng Bagelen yang terlahir dari sebuah cerita rakyat melahirkan sebuah mitos cerita yang masih diyakini dan dihormati oleh masyarakatnya,
terutama masyarakat dalam lingkup daerah yang sifatnya masih tradisional. Cerita rakyat Nyai Ageng Bagelen merupakan sebuah cerita pada jaman Mataram Hindu Jawa yang berkembang secara lisan. Mitos ini berkembang seiring dengan tuntutan jaman yang terus berubah sehingga muncul berbagai versi mitos sebagai bentuk kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang yang dianggap sakti seperti halnya dewa-dewa atau pun pahlawan jaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal usul alam, manusia, dan bangsa yang diungkapkan secara gaib, serta masih diyakini dan dihormati sekaligus menjadi salah satu unsur dasar religi dalam kehidupan sosial, budaya dan tingkah laku manusia.
Bagi sebagian besar masyarakat Purworejo, terutama di wilayah Bagelen maupun masyarakat yang masih mempunyai hubungan darah dari kedua tokoh mitos ini (Nyai Ageng Bagelen dan Kyai Awu-Awu Langit), masih percaya akan mitos dari Nyai Ageng Bagelen yang berupa pantangan-pantangan mengenai beberapa hal, yakni dilarangnya memelihara sapi, menanam padi ketan hitam dan juga berkegiatan di hari pasaran wage. Mitos cerita yang hingga sekarang masih berakar pada masyarakat Bagelen tersebut, dikarenakan sebuah peristiwa pahit yang dialami oleh Nyai Ageng Bagelen yang konon merupakan orang besar jaman itu.
Sebagai manusia yang taat, berbakti, dan hormat kepada leluhurnya maka mitos tersebut hingga sekarang masih dilaksanakan oleh sebagian penduduk di wilayah Bagelen dan tidak berani dilanggar, terutama oleh anak cucu dari keturunan Nyai Ageng Bagelen serta kerabatnya.
Nyai Ageng Bagelen (NyAB) yang ketika kecilnya bernama Roro Dilah (RD) atau Roro Wetan (RW) merupakan putra dari Joko Panuhun (JP), cucu dari Prabu Sri Panuhun (PSP). Prabu Sri Panuhun (PSP) memiliki kakak yang bernama Sri Getayu (SG) yang memiliki seorang cucu bernama Awu-Awu Langit (AAL). Mereka berdua adalah kakak beradik dari seorang raja yang adil dan bijaksana, penguasa tanah Medangkamulan pada jaman Mataram I yang bernama Prabu Sowelocolo (PS). Pertemuan antara Roro Dilah (RD) dan Awu-Awu Langit (AAL) yang sebenarnya masih ada ikatan saudara tersebut akhirnya berujung pada sebuah ikatan perkawinan dan hidup di tanah Hargopuro atau Hargorojo.
Sebuah cerita rakyat yang sudah berusia ratusan tahun lamanya, tentu saja akan mengalami perubahan cerita seiring dengan berkembangnya jaman. Terlebih lagi cerita-cerita tersebut bermula dari tuturan secara lisan bukan tulis, sehingga dapat dimungkinkan bahwa dari cerita daerah yang satu dengan daerah yang lainnya akan terdapat perbedaan ceritannya. Tidak beda dengan mitos cerita Nyai Ageng Bagelen yang dituturkan secara lisan akan terdapat anggapan atau versi yang beragam dari setiap masyarakatnya. Keberagaman versi tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya perbedaan cerita dari beberapa tempat di wilayah kabupaten Purworejo sebagai obyek penelitian.
Urita Wit Dayanti (2005) dalam skripsinya di Universitas Negeri Semarang, membagi Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo dibagi menjadi enam versi, yaitu 3 versi lisan dan 3 versi tertulis:
  1. Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo versi lisan dari Desa Hargorojo,
  2. Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo versi lisan dari Kecamatan Bagelen,
  3. Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo versi lisan dari Kecamatan Loano,
  4. Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo versi tulis dari buku karya Oteng Suherman S, BE,
  5. Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo versi tulis dari buku karya Radix Penadi,
  6. Mitos Cerita Nyai Ageng Bagelen Di Masyarakat Purworejo versi tulis dari buku Departemen Pariwisata.
Keenam versi cerita tersebut akan saya posting pada postingan selanjutnya.
Keberadaan cerita Nyai Ageng Bagelen sangat terkenal hingga ke seluruh pelosok dan lapisan masyarakat baik yang berdomosili di pulau Jawa maupun diluar Jawa. Banyak diantara masyarakat yang datang untuk berziarah ke makam atau petilasan Nyai Ageng Bagelen, terutama mereka yang berasal dari luar daerah, karena ada kepercayaan bahwa dengan memohonkan keinginannya dengan melalui perantara Nyai Ageng Bagelen, maka besar kemungkinan keinginannya akan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Berkaitan dengan cerita yang masih melekat bagi orang-orang Bagelen, mitos cerita Nyai Ageng Bagelen hingga saat ini memiliki fungsi sebagai warisan yang dapat dijadikan sebagai peninggalan kebudayaan daerah. Selain itu bagi orang-orang yang masih percaya tentang mitos Nyai Ageng Bagelen, petilasan dari Nyai Ageng Bagelen ini biasanya digunakan untuk berziarah ataupun bertapa.
Tema penelitian mitos cerita Nyai Ageng Bagelen yang merupakan sebuah sistem kepercayaan di masyarakat Bagelen ini, terkait dengan beberapa hal yakni: mitos sebagai warisan budaya leluhur dan cikal bakal masyarakat serta adat istiadat di wilayah Bagelen, mitos dapat mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir penganutnya sehingga perlu diteliti sebagai acuan untuk mengelola masyarakat, mitos merupakan keyakinan masyarakat kuno, sehingga perlu diteliti kembali relevansinya dengan perkembangan jaman yang akan mengubah budaya penganutnya.

By: Veristiarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar atau Bertanya dengan Sopan

™[Bagi yang suka COPAS Harap Cantumkan Sumbernya]™
Copyright© 2012 Veristiarta